Tiga Gejala Klinis Sifilis atau Siraja Singa

11:11:00
Gejala Klinis


Sifilis Primer terjadi setelah kontak langsung dengan chancre atau lesi lain pada orang yang terinfeksi. Karena transmisi sifilis terutama melalui hubungan seksual, lesi paling sering muncul di genital dan tampak setelah periode inkubasi yang berkisar dari 10 hari sampai 3 bulan setelah pajanan. Chancre sifilitik pada awalnya bermanifestasi sebagai papul merah yang keras, tetapi papul dapat sangat kecil sehingga mudah terabaikan. Papul ini mengalami erosi menjadi ulkus yang tidak nyeri sering tidak terdeteksi, terutama pada perempuan, karena lesi sering terletak di serviks. Lesi tunggal pada sifilis primer didapat mengandung treponema infeksius dan sangat menular. Kelenjar getah bening regional yang terinfeksi biasanya membesar dan tidak nyeri. Dengan atau tanpa pengobatan, lesi primer sifilis sembuh dalam beberapa minggu; namun, penyebaran treponema melalui aliran darah menyebabkan sifilis sekunder pada sekitar 25% kasus yang tidak diobati.

Sifilis Sekunder merupakan indikasi penyakit disminata, dan biasanya timbul 6-12 minggu setelah terinfeksi. Namun, penyakit sekunder dapat terjadi sampai 6 bulan setelah infeksi awal. Pada sebagian besar kasus, chancre pada sifilis primer sembuh pada saat sifilis sekunder timbul. Gejala konstitusional yang disebabkan oleh sifilis sekunder sering kali tidak dapat dijelaskan, berupa gejala menyerupai flu yang samar seperti demam, malaise, mialgia, nyeri tenggorok, dan limfadenopati difus yang tidak nyeri. Sifilis sekunder biasanya melibatkan patologi multiorgan, meliputi penyakit gastroitestinal, renal, dan reumatologik; namun, yang menonjol adalah lesi mukokutaneus. Ruam pada sifilis sekunder secara klasik merupakan ruam difus yang berwarna menyerupai tembaga atau merah gelap, dengan distribusi simetrik yang sering mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Ruam ini tidak terasa nyeri atau gatal, dan pasien biasanya tidak demam saat ruam muncul. Keparahan ruam maupun gambaranya dapat berbeda-beda. Meskipun lesi makulopapular paling sering timbul, ruam dapat polimorfik, dengan lesi makular, pustular, folikular, papular, dan menyerupai plak. Lesi bulosa atau  vesikular jarang terjadi, sendangkan komponen  seperti sisik superfisial pada ruam sering timbul. Lesi pada membran mukosa juga sering terjadi, mengandung banyak treponema dan sangat menular. Lesi kutaneus mengandung lebih sedikit treponema, tetapi juga harus diobati sebagai lesi menular. Relaps lesi mukokutaneus dapat terjadi sampai selama 4 tahun, tetapi paling sering terjadi selama tahun pertama. Lesi jarang menjadi parut. Kondilomata lata merupakan lesi menyerupai kutil yang sangat infeksius, yang tampak pada area intertriginosa yang lembab. Lesi terutama timbul pada kulit perineum, pada vulva, dan pada skrotum. Terkenanya folikel rambut kepala menyebabkan alopesia berbercak yang dapat pulih setelah pengobatan.

Jika tetap tidak diobati, sifilis sekunder akhirnya masuk kestadium laten, dan pasien menjadi asimtomatik; namun, 30% pasien akhirnya mengalami penyakit tersier atau laten. Pasien pada stadium laten penyakit yang terinfeksi pada satu tahun terakhir mengalami sifilis “laten-dini” semua pasien lainnya menderita sifilis “laten-lambat” atau sifilis laten selama waktu yang tidak diketahui.


Sifilis Tersier dapat terjadi sampai 1-10 tahun setelah infeksi awal. Seperti sifilis sekunder, sifilis tersier menyebabkan patologi multiorgan dengan predominansi manifestasi kutaneus. Lesi grnulomatosa besar yang disebut “guma” bersifat patognomonik untuk sifilis tersier. Guma menggambarkan suatu respons imun terhadap infeksi triponema, tetapi tidak seperti lesi kutaneus pada sifilis sekunder dan primer. Lesi ini tidak mengandung treponema hidup. Guma terjadi pada kulit, di dalam tulang, dan jarang terjadi pada organ-organ lainnya.  Lesi ini dapat ikut berperan pada perjalanan patologik sifilis tersier, karena lesi dapat mengalami ulserasi dan akhirnya terbentuk parut. Masalah lain yang dihubungkan dengan sifilis tersier meliputi aortitis (yang berpotensi menyebabkan diseksi aorta, aneurisma aorta, atau regurgitasi aorta), sifilis sistem saraf pusat, paresis generalisata, dan tabes dorsalis. Tabes dorsalis menyebabkan nyeri tajam pada tubuh dan tungkai, inkontinensia, palsi okular, parestesia, pupil Argyll Robertson (pupil kecil iregular yang dapat berakomodasi tetapi tidak bereaksi), tidak ada refleks tendo dalam, dan sendi Charcot.

Patofisiologi dan Diagnosa sifilis (baca disini)
Komplikasi Klinis dan Tata Laksana Sifilis (baca disini)

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔