Gejala
Klinis
Sifilis
Primer terjadi setelah kontak langsung dengan chancre atau lesi lain pada orang yang terinfeksi. Karena transmisi
sifilis terutama melalui hubungan seksual, lesi paling sering muncul di genital
dan tampak setelah periode inkubasi yang berkisar dari 10 hari sampai 3 bulan
setelah pajanan. Chancre sifilitik pada awalnya bermanifestasi sebagai papul
merah yang keras, tetapi papul dapat sangat kecil sehingga mudah terabaikan.
Papul ini mengalami erosi menjadi ulkus yang tidak nyeri sering tidak
terdeteksi, terutama pada perempuan, karena lesi sering terletak di serviks.
Lesi tunggal pada sifilis primer didapat mengandung treponema infeksius dan
sangat menular. Kelenjar getah bening regional yang terinfeksi biasanya
membesar dan tidak nyeri. Dengan atau tanpa pengobatan, lesi primer sifilis
sembuh dalam beberapa minggu; namun, penyebaran treponema melalui aliran darah
menyebabkan sifilis sekunder pada sekitar 25% kasus yang tidak diobati.
Sifilis Sekunder merupakan indikasi penyakit
disminata, dan biasanya timbul 6-12 minggu setelah terinfeksi. Namun, penyakit
sekunder dapat terjadi sampai 6 bulan setelah infeksi awal. Pada sebagian besar
kasus, chancre pada sifilis primer sembuh pada saat sifilis sekunder timbul.
Gejala konstitusional yang disebabkan oleh sifilis sekunder sering kali tidak
dapat dijelaskan, berupa gejala menyerupai flu yang samar seperti demam,
malaise, mialgia, nyeri tenggorok, dan limfadenopati difus yang tidak nyeri.
Sifilis sekunder biasanya melibatkan patologi multiorgan, meliputi penyakit
gastroitestinal, renal, dan reumatologik; namun, yang menonjol adalah lesi
mukokutaneus. Ruam pada sifilis sekunder secara klasik merupakan ruam difus
yang berwarna menyerupai tembaga atau merah gelap, dengan distribusi simetrik
yang sering mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Ruam ini tidak terasa
nyeri atau gatal, dan pasien biasanya tidak demam saat ruam muncul. Keparahan
ruam maupun gambaranya dapat berbeda-beda. Meskipun lesi makulopapular paling
sering timbul, ruam dapat polimorfik, dengan lesi makular, pustular, folikular,
papular, dan menyerupai plak. Lesi bulosa atau
vesikular jarang terjadi, sendangkan komponen seperti sisik superfisial pada ruam sering
timbul. Lesi pada membran mukosa juga sering terjadi, mengandung banyak
treponema dan sangat menular. Lesi kutaneus mengandung lebih sedikit treponema,
tetapi juga harus diobati sebagai lesi menular. Relaps lesi mukokutaneus dapat
terjadi sampai selama 4 tahun, tetapi paling sering terjadi selama tahun
pertama. Lesi jarang menjadi parut. Kondilomata lata merupakan lesi menyerupai
kutil yang sangat infeksius, yang tampak pada area intertriginosa yang lembab.
Lesi terutama timbul pada kulit perineum, pada vulva, dan pada skrotum.
Terkenanya folikel rambut kepala menyebabkan alopesia berbercak yang dapat
pulih setelah pengobatan.
Jika tetap tidak diobati, sifilis sekunder
akhirnya masuk kestadium laten, dan pasien menjadi asimtomatik; namun, 30%
pasien akhirnya mengalami penyakit tersier atau laten. Pasien pada stadium
laten penyakit yang terinfeksi pada satu tahun terakhir mengalami sifilis
“laten-dini” semua pasien lainnya menderita sifilis “laten-lambat” atau sifilis
laten selama waktu yang tidak diketahui.
Sifilis Tersier dapat terjadi sampai 1-10
tahun setelah infeksi awal. Seperti sifilis sekunder, sifilis tersier
menyebabkan patologi multiorgan dengan predominansi manifestasi kutaneus. Lesi
grnulomatosa besar yang disebut “guma” bersifat patognomonik untuk sifilis
tersier. Guma menggambarkan suatu respons imun terhadap infeksi triponema,
tetapi tidak seperti lesi kutaneus pada sifilis sekunder dan primer. Lesi ini
tidak mengandung treponema hidup. Guma terjadi pada kulit, di dalam tulang, dan
jarang terjadi pada organ-organ lainnya.
Lesi ini dapat ikut berperan pada perjalanan patologik sifilis tersier,
karena lesi dapat mengalami ulserasi dan akhirnya terbentuk parut. Masalah lain
yang dihubungkan dengan sifilis tersier meliputi aortitis (yang berpotensi
menyebabkan diseksi aorta, aneurisma aorta, atau regurgitasi aorta), sifilis
sistem saraf pusat, paresis generalisata, dan tabes dorsalis. Tabes dorsalis
menyebabkan nyeri tajam pada tubuh dan tungkai, inkontinensia, palsi okular,
parestesia, pupil Argyll Robertson (pupil kecil iregular yang dapat
berakomodasi tetapi tidak bereaksi), tidak ada refleks tendo dalam, dan sendi
Charcot.
Patofisiologi dan Diagnosa sifilis (baca disini)
Komplikasi Klinis dan Tata Laksana Sifilis (baca disini)
Patofisiologi dan Diagnosa sifilis (baca disini)
Komplikasi Klinis dan Tata Laksana Sifilis (baca disini)
0 Komentar
Penulisan markup di komentar